Sabtu, 27 Februari 2010

Pulau Malvinas: Antara Ladang Minyak, Zona Eksklusif Maritim, dan Pertahanan Kemaritiman (Sudut pandang keindonesiaan)

Malvinas menghangat lagi setelah hampir 28 tahun adem ayem. Adalah Argentina yang pada februari 2010 ini memerintahkan semua kapal yang menuju Kepulauan Malvinas harus melalui perairannya dan meminta izin dari Buenos Aires (Kompas, 25 -2-2010).
Kepulauan Malvinas amat sangat dekat dengan Argentina, namun ironisnya justru dimiliki oleh Kerajaan Inggris. Ibarat pepatah, “jauh di mata dekat di hati” Malvinas yang berjarak 12600 km (sekitar 6700 nautical miles) dari Inggris telah menjadi daerah kekuasaan permanent kerajaan Inggris ketimbang menjadi milik Argentina yang hanya berjarak 600 km (320 nautical miles) dari garis pantai Malvinas (Sebagai gambaran, jarak 600 km setara dengan jarak Jakarta - Madiun, sedangkan jarak 12600 km kurang lebih setara dengan ¼ keliling bumi).
Setelah perang, Falkland Islands yang mempunyai luas daratan sekitar 12173 km persegi (hampir 2 kali luas Jakarta) menjadi pulau yang maju dan sukses dalam bidang perikanan dan turisme dimana rakyatnya lebih memilih menjadi warga negara Inggris.
Isu ketegangan pulau Malvinas (Falkland islands) mulai memanas lagi karena adanya spekulasi cadangan minyak yang besar di kepulauan Falkland. Apapun alasannya, Inggris pasti punya maksud tersembunyi (hidden agenda) untuk tidak melepaskan Falkland Islands, meskipun barangkali bisa jadi hanya karena masalah arogansi atau ketersinggungan dari sebuah negara imperium besar.
Pelajaran untuk Indonesia sebagai negara maritim adalah perlu segera memperdulikan garis pantainya yang sangat panjang (+/- 95.181 km), pulau-pulau terluar serta batas laut territorial. Potensi konflik dengan negara yang berbatasan dengan Indonesia perlu segera dianalisis dan dicari solusi yang tidak mengurbankan kekayaan darat, laut dan udara.
Perlu segera disosialisasikan bentuk konkrit garis batas zone ekonomi eksklusif dan zona kemaritiman untuk melindungi kekayaan hayati dan non hayati darat, laut dan udara.
Beberapa isu penting dan strategis di masa depan yang harus segera ditangani oleh Indonesia untuk mengantisipasi dampak lebih buruk dari kemunduran kemaritiman dan kelautan di Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. perundingan garis batas antar negara
2. energi terbarukan seperti :
a. konsep pemanenan energi angin: onshore dan offshore wind farm
b. konsep pemanenan energi gelombang: onshore, nearshore dan offshore
c. energi pasang surut
d. energi arus laut
e. energi hydrothermal
3. konstruksi bangunan raksasa terapung (large floating structure) untuk pengembahan lahan daratan sebagai pengganti reklamasi
4. Berkembangnya konsep pengelolaan pesisir dan kelautan terpadu atau Integrated Coastal and Ocean Management (ICOM).
5. Berkembangnya konsep ekosistem kelautan raksasa atau Large Marine Ecosystem (LME).
6. Perkembangan bioteknologi kelautan (marine biotechnologi).
7. MPA (Marine Potected Areas) (Salam A. A, 2008).
8. Ekoturisme
9. Instalasi dan anjungan lepas pantai yang tidak terpakai lagi.
10. Persoalan jaringan kabel dan pipa-pipa bawah laut .
11. Masalah peninggalan-peninggalan budaya dan sejarah di dasar laut.
12. Kegiatan-kegiatan illegal di laut, seperti penyelundupan barang dan manusia, imigrasi gelap, kejahatan trans-nasional, bajak laut, terorisme di laut, IUU Fishing dll.
13. Marine Environmental modification seperti, coastal mining, dll.
14. Munculnya kekuatan-kekuatan baru di bidang kelautan yang saling bersaing mencari resources dan pengamanan transportasi laut.

Yang patut dicatat dari peristiwa Malvinas yaitu, Inggris juga menggunakan cara-cara kemaritiman sebagai strategi pertempuran, diantaranya adalah penerapan Zona Eksklusif Maritim sejauh 200 mil untuk gugus kepulauan Malvinas (Falkland Islands).
Akhirnya, patut disimak kesaksian seorang tentara Argentina dengan kekalahan negaranya: “Bila saya memiliki perwira- perwira sungguhan, yang laki-laki sungguhan, mungkin saya akan tetap bertahan. Tak mungkin! Saya orang Argentina, dan kami diciptakan bukan untuk membunuh orang lain. Kami suka makan, nonton film, minum-minum, dansa, (chatting, fb, BB-ini tambahan). Kami tidak seperti orang-orang Inggris. Mereka tentara-tentara professional – Perang Adalah Bisnis Mereka.”(Wikipedia)

Kamis, 04 Februari 2010

Floating Structure



Pendahuluan
Perkembangan terkini teknologi di bidang kelautan sudah pada akselerasi yang mengagumkan. Para ilmuwan dan insinyur dari berbagai institusi pendidikan dan industri berlomba-lomba merancang dan membangun teknologi kelautan yang semakin berorientasi pada lingkungan. Beberapa contoh teknologi yang canggih antara lain adalah sebagai berikut.
1. Floating Stucture
2. Energi Gelombang
3. Energi Angin

Floating Structure
Dewasa ini dan di masa depan floating structure atau struktur bangunan mengapung akan menjadi primadona konstruksi. Keuntungan dari adanya bangunan terapung antara lain tidak menambah massa benda yang mendesak massa air sehingga tidak menimbulkan efek kenaikan muka air laut. Keuntungan berikutnya adalah tidak menimbulkan scouring pada pilar jembatan. Pilar jembatan konvensional umumnya mengalami masalah scouring atau gerusan yang dapat membahayakan pondasi struktur.
Keuntungan dari penggunaan floating structure menurut Watanabe (2004) adalah sebagai berikut.
1. Efisiensi konstruksi karena tidak perlu pembuatan dan pengerjaan desain pondasi
2. ramah lingkungan karena tidak merusak dan menambah volume benda yang bersifat massive structure.
3. mudah dan cepat dalam pengerjaan karena proses pengerjaan dengan metode perakitan (assembling method).
4. tahan terhadap gempa karena secara struktur tidak tertanam di tanah atau tidak berbasis pondasi namun mengapung dan hanya di ikat dengan anchor.
5. mudah dipindah maupun diperbaiki karena sifatnya yang dapat dirakit (assembling method).
6. konstruksi apung tidak mengalami proses konsolidasi maupun setlemen.
7. cocok untuk pembuatan konstruksi yang mengedepankan estetika model atau bentuk dibandingkan metode konvensional yang umumnya kaku.

Floating structure sudah banyak diterapkan dalam berbagai tujuan dan fungsi. Salah satu tujuan dan fungsi yang sudah banyak diterapkan di luar negeri adalah konstruksi jembatan apung.
Gambar di awal tulisan adalah jembatan di Norwegia (Nordhordland Floating Bridge) dengan panjang 1246 m yang dibangun pada tahun 1994 dengan kedalaman sungai 500 m.
Dalam menganalisa suatu konsep konstruksi mengapung perlu asumsi-asumsi sebagai berikut (Watanabe, 2004).
a. Model konstruksi adalah sebuah bidang plat yang tipis dan elastis
b. Air atau fluida adalah bersifat tak termampatkan (incompessible) dan gerakannya irotasional sehingga berlaku kondisi batas aliran potensial .
c. Amplitudo gelombang dan gerakan horisontal struktur sangat kecil dibanding kedalaman dan hanya gerakan arah vertikal dari struktur yang diperhitungkan.
d. Tidak ada pemisah atau jarak antara struktur dengan permukaan air.

GARIS PANTAI


Pendahuluan

Garis pantai pada suatu negara bukan lagi menjadi perkara yang dapat diabaikan. Indonesia mempunyai batas maritim yang potensial dengan sepuluh negara tetangga, yaitu India, Thailand, Singapura, Malaysia, Vietnam, Papua Nugini, Australia, Filipina, Palau dan Timor Leste (Arimjaya, dkk, 2008).

Garis pantai dipandang dari aspek hankam mempunyai kedudukan yang sangat vital bagi kedaulatan sebuah negara yaitu :

a. penetapan batas laut negara.

b. perlindungan sumber daya kelautan dari penjarahan negara lain.

Dipandang dari aspek pengelolaan pantai, garis pantai sangat bermanfaat dalam :

a. penetapan sempadan pantai

b. perlindungan linkungan dan sumber daya alam

Definisi Batas Pantai dalam Kebijakan Pesisir

Definisi mengenai suatu batas pesisir dalam kerangka kebijakan (policy) sangat strategis untuk sebuah negara dalam hubungannya dengan hubungan luar negeri. Dalam skala dalam negeri, antar daerah juga perlu mendefinisikan batas-batas pesisir untuk memperjelas wewenang pengelolaan pesisir. Berikut ini adalah beberapa alasan pentingnya pendefinisian batas suatu pesisir.

  1. Mendorong mekanisme keterbukaan dan akuntabilitas dalam pengelolaan wilayah (transparency and accountability)
  2. Menjamin pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir secara berkelanjutan (sustainability)
  3. Meminimalkan konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir (conflict minimization)

Pengertian dan Definisi Garis Pantai

Garis pantai, menurut versi kamus online Wikipedia artinya adalah batas pertemuan antara bagian laut dan daratan pada saat terjadi air laut pasang tertinggi. Garis pantai dalam bahasa Inggris sering disebut dengan coastline atau shoreline. Perbedaan definisi antara coastline dan shoreline adalah sebagai berikut (dikutip dari: http://www.biodic.go.jp/english/kiso/33/33_kaiga_e.html)

· Coastline follows the general line of the coast, but sometimes, in the case of small inlets or bays, the coastline is measured as running directly across the bay or inlet to rejoin the coastline on the opposite side. Coastline is not measured as precisely as is shoreline.

· Shoreline is the perimeter of the land along the water's edge, measured to the closest exactness possible. Shoreline is, therefore, usually longer for a particular location than is its coastline.

Definisi garis pantai (coastline) menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah (Dept. Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, 2001), garis pantai didefinisikan sebagai : “garis yang dibentuk oleh perpotongan garis air rendah dengan daratan”.

Pengertian air rendah dalam Permen Dalam Negeri No. 1 tahun 2006 masih ada kekurangannya karena tidak mencantumkan secara spesifik definisi dari air rendah. Definisi air rendah mempunyai banyak pengertian diantaranya bisa diartikan sebagai muka surutan (chart datum), LWS (Low Water Spring), MLLW (Mean Lower Low Water), MLWN (Mean Low Water Neaps), MLWS (Mean Low Water Springs), dan LAT (Lowest Astronomical Tide) (dalam Andreas, H., 2007) .

Definisi Garis Pantai Negara berdasarkan UNCLOS

United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS) adalah suatu badan PBB yang menangani konvensi hokum laut suatu Negara.

Batas-batas maritim yang tertuang dalam UNCLOS 1982 meliputi batas-batas Laut Teritorial (Territorial Sea), batas-batas Perairan Zona Ekonomi Eksklusif/ZEE (Economic Exclusive Zone), dan batas-batas Landas Kontinen (Continental Shelf).

Menurut ketentuan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS III) tahun 1982 mengenai penetapan batas wilayah laut, menyatakan bahwa batas kewenangan wilayah laut suatu Negara Pantai diukur dan ditentukan posisinya dari Garis Pangkal (baseline). Garis Pangkal yang digunakan untuk menentukan batas-batas wilayah taut adalah Garis Air Rendah (low water line) dimana Garis Pangkal pada umumnya diturunkan dari garis pangkal normal yang merupakan garis pertemuan antara permukaan air rendah dengan garis pantai.Berikut disajikan kutipan dalam naskah UNCLOS :

Normal baseline:

Except where otherwise provided in this Convention, the normal baseline for measuring the breadth of the territorial sea is the low-water line along the coast as marked on large-scale charts officially recognized by the coastal State.

Pengaturan UNCLOS 1982 mengenai batas wilayah untuk masing-masing wilayah berbeda (dikutip dari : Solihin A, 2005).

1. untuk laut teritorial. Penarikan garis pangkal untuk mengukur lebar laut teritorial harus sesuai dengan ketentuan garis pangkal lurus, mulut sungai, dan teluk atau garis batas yang diakibatkan oleh ketentuan-ketentuan itu dan garis batas yang ditarik sesuai dengan tempat berlabuh di tengah laut. Dan, penetapan garis batas laut teritorial antara negara-negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan, harus dicantumkan dalam peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk penetapan garis posisinya (Pasal 16 ayat 1).

2. untuk Perairan Zona Ekonomi Eksklusif. Penarikan garis batas terluar ZEE dan penetapan batas yang ditarik harus sesuai dengan ketentuan penetapan batas zona ekonomi eksklusif antara negara yang pantainya berhadapan (opposite) atau berdampingan (adjacent), harus dicantumkan pada peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk menentukan posisinya (Pasal 75 ayat 1).

3. untuk Landas Kontinen. Penarikan garis batas terluar landas kontinen dan penetapan batas yang ditarik harus sesuai dengan ketentuan penetapan batas landas kontinen antara negara yang pantainya berhadapan (opposite) atau berdampingan (adjacent), harus dicantumkan pada peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk penentuan posisinya (Pasal 84 ayat 1).

Definisi Garis Pantai Negara berdasarkan IHO.

International Hydrographic Organization (IHO) berdiri pada tahun 1970. Sebelumnya, IHO bernama International Hydrographic Bureau yang berkedudukan di Monaco dan didirikan pada tahun 1919. IHO secara prinsip bertujuan untuk menciptakan kemudahan dan keamanan dalam navigasi laut yang mencakup semua negara di dunia. IHO sendiri kemudian mempunyai beberapa tujuan yang lebih disempurnakan, antara lain sebagai berikut.

a. Berkoordinasi antar badan hidrografi nasional di seluruh dunia

b. Melakukan penyeragaman terhadap dokumen dan nautical chart untuk seluruh dunia

c. Mengadopsi metode yang lebih efisien (efficient) dan handal (reliable) untuk melakukan survey hidrografi.

d. Melakukan usaha-usaha pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang hidrografi dan pengembangan teknik atau metode untuk mendiskripsikan oseanografi.

IHO merekomendasikan penggunaan Lowest Astronomical Tide (LAT) sebagai Chart Datum Intemasional. Meskipun demikian, ternyata belum semua negara menggunakannya, contohnya antara lain sebagai berikut:

a. Finland – tidak dapat diamati

b. Greece – menggunakan Mean Lower Low Water (MLLW)

c. Japan – menggunakan Nearly Lowest Low Water

d. USA – menggunakan MLLW

Dalam IHO dijelaskan bahwa definisi garis pantais secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut.

Merupakan perpotongan antara daratan dengan muka air. Pada daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut, garis pantai didekati (approximates) sebagai garis rata-rata muka air tinggi atau mean high water line (MHWL). Sedangkan pada daerah yang tidak dipengaruhi oleh fluktuasi pasang surut, garis pantai yang digunakan adalah mean water level line (MWL) atau mean sea level (MSL).



Senin, 02 Maret 2009

Perubahan garis pantai menjadi persoalan yang penting bagi kawasan pantai. Untuk dapat memodelkan perubahan garis pantai, yang diperlukan adalah data garis pantai minimal dua tahun. Akan lebih baik jika data garis pantai bisa lebih dari dua tahun, misalnya 6 tahun atau bahkan 20 tahun.

Sebab-sebab Perubahan Garis Pantai

Garis pantai mempunyai sifat yang dinamis, yaitu selalu berubah berdasarkan waktu. Beberapa faktor yang memicu terjadinya perubahan garis pantai antara lain sebagai berikut :

a. terjadinya erosi dan abrasi pantai

b. terjadinya sedimentasi pantai.

c. penambangan pasir yang menyebabkan berkurangnya volume pasir pantai.

d. terjadinya gelombang Tsunami yang menghantam pantai dan menghancurkan/merusakkan garis pantai.

e. Bangunan pelindung pantai seperti groin, jetty dan breakwater dapat menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai, bisa menyebabkan terjadinya penambahan sediment, namun juga bias menyebabkan terjadinya erosi pada daerah tertentu.

Analisa Perubahan Garis Pantai

Perubahan garis pantai dapat diketahui dan dianalisa dengan menggunakan data-data kontur garis pantai dan software. Data yang digunakan bisa data primer atau menggunakan atau sekunder. Jika menggunakan data primer, maka perlu dilakukan penyelidikan lapangan. Namun penyelidikan lapangan ini memakan waktu yang sangat lama dan biaya yang sangat mahal, jika garis pantainya sangat panjang.

Jika menggunakan data sekunder, maka dapat menghemat waktu dan biaya. Data yang diperlukan untuk analisa perubahan pantai adalah sebagai berikut:

a. Peta citra digital minimal sebanyak dua buah peta.

b. Jika hanya ada dua peta yang dipunyai, maka perbedaan tahun antara dua peta citra digital minimal 8 tahun.

c. Peta Jantop dari Bakosurtanal

d. Foto udara

e. Software Sistem Informasi Geografis seperti : ArcView, ArcGis, Erdas, ER Mapper, Surfer, AutoCad.


Perubahan garis pantai menjadi persoalan yang penting bagi kawasan pantai. Untuk dapat memodelkan perubahan garis pantai, yang diperlukan adalah data garis pantai minimal dua tahun. Akan lebih baik jika data garis pantai bisa lebih dari dua tahun, misalnya 6 tahun atau bahkan 20 tahun.

Sebab-sebab Perubahan Garis Pantai

Garis pantai mempunyai sifat yang dinamis, yaitu selalu berubah berdasarkan waktu. Beberapa faktor yang memicu terjadinya perubahan garis pantai antara lain sebagai berikut :

a. terjadinya erosi dan abrasi pantai

b. terjadinya sedimentasi pantai.

c. penambangan pasir yang menyebabkan berkurangnya volume pasir pantai.

d. terjadinya gelombang Tsunami yang menghantam pantai dan menghancurkan/merusakkan garis pantai.

e. Bangunan pelindung pantai seperti groin, jetty dan breakwater dapat menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai, bisa menyebabkan terjadinya penambahan sediment, namun juga bias menyebabkan terjadinya erosi pada daerah tertentu.

Analisa Perubahan Garis Pantai

Perubahan garis pantai dapat diketahui dan dianalisa dengan menggunakan data-data kontur garis pantai dan software. Data yang digunakan bisa data primer atau menggunakan atau sekunder. Jika menggunakan data primer, maka perlu dilakukan penyelidikan lapangan. Namun penyelidikan lapangan ini memakan waktu yang sangat lama dan biaya yang sangat mahal, jika garis pantainya sangat panjang.

Jika menggunakan data sekunder, maka dapat menghemat waktu dan biaya. Data yang diperlukan untuk analisa perubahan pantai adalah sebagai berikut:

a. Peta citra digital minimal sebanyak dua buah peta.

b. Jika hanya ada dua peta yang dipunyai, maka perbedaan tahun antara dua peta citra digital minimal 8 tahun.

c. Peta Jantop dari Bakosurtanal

d. Foto udara

e. Software Sistem Informasi Geografis seperti : ArcView, ArcGis, Erdas, ER Mapper, Surfer, AutoCad.


Perubahan Garis Pantai

Perubahan garis pantai menjadi persoalan yang penting bagi kawasan pantai. Untuk dapat memodelkan perubahan garis pantai, yang diperlukan adalah data garis pantai minimal dua tahun. Akan lebih baik jika data garis pantai bisa lebih dari dua tahun, misalnya 6 tahun atau bahkan 20 tahun.

Garis pantai mempunyai sifat yang dinamis, yaitu selalu berubah berdasarkan waktu. Beberapa faktor yang memicu terjadinya perubahan garis pantai antara lain sebagai berikut :

a. erjadinya erosi dan abrasi pantai

b. terjadinya sedimentasi pantai.

c. penambangan pasir yang menyebabkan berkurangnya volume pasir pantai.

d. terjadinya gelombang Tsunami yang menghantam pantai dan menghancurkan/merusakkan garis pantai.

e. Bangunan pelindung pantai seperti groin, jetty dan breakwater dapat menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai, bisa menyebabkan terjadinya penambahan sediment, namun juga bias menyebabkan terjadinya erosi pada daerah tertentu.


Perubahan garis pantai dapat diketahui dan dianalisa dengan menggunakan data-data kontur garis pantai dan software. Data yang digunakan bisa data primer atau menggunakan atau sekunder. Jika menggunakan data primer, maka perlu dilakukan penyelidikan lapangan. Namun penyelidikan lapangan ini memakan waktu yang sangat lama dan biaya yang sangat mahal, jika garis pantainya sangat panjang.

Jika menggunakan data sekunder, maka dapat menghemat waktu dan biaya. Data yang diperlukan untuk analisa perubahan pantai adalah sebagai berikut:

a. Peta citra digital minimal sebanyak dua buah peta.

b. Jika hanya ada dua peta yang dipunyai, maka perbedaan tahun antara dua peta citra digital minimal 8 tahun.

c. Peta Jantop dari Bakosurtanal

d. Foto udara

e. Software Sistem Informasi Geografis seperti : ArcView, ArcGis, Erdas, ER Mapper, Surfer, AutoCad.


e. Bangunan pelindung pantai seperti groin, jetty dan breakwater dapat menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai, bisa menyebabkan terjadinya penambahan sediment, namun juga bias menyebabkan terjadinya erosi pada daerah tertentu.